Jumat, 11 Mei 2012

PEMBAHASAN PRAKTIKUM KODOK


          Tubuh kodok terdiri dari kepala (caput) dan badan (truncus) tanpa ekor. Pada kepala terdapat mata yang terdiri atas bola mata (bulbus oculi), membrane nictitans, serta palpebra superior dan anterior. Selain itu juga memiliki hidung dan mulut. Hidung pada kodok disebut nostril, yang terletak di tengah atas mata. Bagian-bagian mulut yaitu premaxila, maxilla, dan mandibula. Kodok mempunyai lidah, namun tidak memiliki gigi seperti katak. Mulut kodok juga dilengkapi dengan glottis. Anggota extrimitas depan yaitu tangan yang lebih pendek daripada kaki, bagian-bagiannya yaitu branchium, antebranchium (radius ulna), manus (tangan), digit (falang) yang sebenarnya berjumlah 5, namun satu mengalami rudimentasi. Anggota extrimitas belakang yaitu kaki, bagian-bagiannya yaitu femur, crus, passive pedes, dan digit berjumlah 6 namun satu mengalami rudimentasi.
       Kodok bertubuh pendek, gempal atau kurus, berpunggung agak bungkuk. Tubuh kodok menunjukkan keadaan yang serupa dengan anggota yang lain dalam ordonya yaitu memiliki batas antara caput dan truncus  yang tidak jelas. Caput berbentuk tumpul, tanpa rostrum yang menonjol, pada dataran rostrumnya terdapat sepasang lubang hidung yang kecil. Dibagian apex caput terdapat  sepasang mata yang berukuran besar dan menonjol  yang masing-masing memiliki  (Radiopoetro, 1996):
1.     Palpebra superior yaitu lipatan kulit tebal pada tepi atas.
2.Palpebra inferior yaitu berupa lipatan kulit tebal pada tepi bawah.
3. Membrane nictitans yaitu berupa lipatan kulit yang transparan terletak   pada tepi bawah mata.
Extremitas merupakan alat gerak pada kodok, yaitu sepasang tangan dan kaki. Bagian-bagian tangan yaitu humerus, radius-ulna, karpal, metakarpal, dan falang. Pengamatan tangan kodok menuunjukkan bahwa kodok memiliki 4 jari karena satu jari yaitu ibu jari mengalami rudimentasi. Bagian-bagian dari kaki kodok yaitu femur, tibia-fibula, tarsal, metatarsal, dan falang. Jumlah jari pada kaki sebanyak 5, karena satu jari mengalami rudimentasi.
Kaki kodok terdiri atas sepasang kaki depan dan sepasang kaki belakang. Kaki depan terdiri atas  lengan atas (bracium), lengan bawah (antebrancium), tangan (manus), dan jari-jari (digiti). Pada kaki belakang terdiri atas paha (femur), betis (crus), kaki (pes) dan jari-jari (digiti) (Radiopoetro, 1996).
Secara umum kodok jumlah jari tungkai depan biasanya empat jari dan  tungkai belakang lima jari. Pada tungkai belakang memanjang yang berpotensi  untuk melompat. Kadang-kadang dijumpai jari tambahan sebagai prehaluk pada sisi ventral kaki. Prehaluk  ini pada Spadefoot (katak penggali tanah)  berupa tulang -tulang keras yang digunakan untuk menggali tanah sebagai tempat bersembunyi (Radiopoetro, 1996).
Berdasarkan hasil pengamatan ketika praktikum diketahui bahwa kulit kodok tidak mulus karena banyak kutil. Selain itu warnanya juga tidak terlalu cerah seperti katak. Banyaknya kutil menunjukan bahwa kelenjar racun pada kodok lebih berbahaya dari katak. Pada kulit bagian dermis terdapat kelenjar mucus yang ukurannya kecil namun jumlahnya banyak berfungsi untuk mensekresikan mukus.
Hasil pengamatan tersebut sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa kodok umumnya berkulit kasar. Kulit Amphibi berperan penting dalam respirasi dan proteksi. Kulit terjaga kelembapanya dengan adanya kelenjar mukosa, bahkan pada spesies yang hidup di air, mukus memberikan minyak pelumas bagi tubuh. Sebagian besar Amphibi memiliki kelenjar granular dan kelenjar mukus. Keduanya mirip dalam beberapa hal antara lain, kelenjar glanular memproduksi zat abnoxius (menjijikkan) atau racun untuk melindungi diri dari musuh. Racun yang terdapat pada Amphibi bervariasi (Sukiya, 2005).
Pergantian kulit pada Amphibi terjadi secara periodik. Proses ini berlangsung dibawah kontrol hormon. Lapisan luar kulit tidak hanya satu bagian, tetapi dalam fragmen meskipun tungkai biasanya utuh  dan mengelupas bersamaan (Sukiya, 2005).
Warna tubuh pada amphibi beraneka ragam. Kodok sawah kulitnya berwarna coklat dan pada punggungya terdapat warna hijau. Warna tubuh pada amphibi disebabkan oleh pigmen atau secara struktural atau juga dihasilkan dari keduanya. Pigmen pada Amphibi terletak pada kromatofora (di dalam kulit). Sel-sel pigmen ini biasanya dinamakan menurut jenis pigmen yang dikandung. Melanofora mengandung pigmen coklat, dan hitam, sedangkan lipafora mengandung pigmen merah, kuning dan orange. Amphibi juga memiliki sel-sel pigmen yang disebut guanafora, semacam iridosit pada ikan, mengandung kristal guanine yang dapat memproduksi iridesen atau efek putih terang (Sukiya, 2005).
Pengamatan menunjukkan bahwa mulut kodok tidak memiliki gigi yang membantu proses pencernaan mekaniknya. Tetapi kodok memiliki lidah yang membantunya dalam proses mendapatkan makanan. Organ-organ pencernaannya meliputi lambung, usus, hati, limpha, usus besar, dan kloaka.
Pada katak di dalam mulut terdapat banyak gigi-gigi kecil disepanjang rahang atas, dan ada gigi vomerin pada langit-langit mulut. Lidah berotot, biofurkat (cabang dua) pada ujungnya, dan bertaut pada bagian anterior mulut (Brotowidjoyo,1989). Lidah katak berfungsi untuk menangkap mangsa. Sebagian besar Amphibi  mempunyai lidah yang dapat dijulurkan keluar seperti pada katak dan kodok, kemudian lidah digulung kebelakang jika tidak digunakan (Sukiya, 2005).
Alat pencernaan makanan diawali oleh cavum oris yang diakhiri oleh anus. Mangsa yang berupa hewan kecil yang ditangkap untuk dimakan akan dibasahi oleh air liur. Katak sedikit mempunyai kelenjar ludah. Dari cavum oris makanan akan melewati pharynx, oesophagus yang menghasilkan sekresi alkalin (basis) dan mendorong makanan masuk dalam ventriculus yang besar, ventriculus yang besar itu disebut cardiac ,sedangkan bagian posterior mengecil dan berakhir dengan pyloris. Kontraksi dinding otot ventriculus dapat meremas makanan sampai menjadi hancur dan dicampur dengan sekresi ventriculus yang mengandung enzim atau fermen, yang merupakan katalisator (Jasin,1984).
Berdasarkan hasil pengamatan, organ-organ yang membantu kodok dalam system ekskresi yaitu hati, ginjal, usus besar, uretra, kloaka. Menurut Jasin (1984) sistem ekskresi sebagai system pembuangan zat-zat yang tidak berguna dilakukan oleh kulit, paru-paru dan beberapa zat yang tidak berguna dilepaskan oleh hati berupa empedu dan yang terpenting dilakukan oleh ren. Ren yang berbentuk bulat panjang, berwarna coklat terpisah dari coelom dibawah vertebrae. Pemisah ini disebut retroperitoneal. Ren merupakan alat filter selektif untuk membuang sisa-sisa zat organis dan garam-garam mineral dari pembuluh darah.
Proses filtrasi terjadi pada capsula renalis. Sebuah kapsula renalis terdiri atas: pembuluh darah kecil yang berlekuk-lekuk yang disebut glomerulus, Dinding ganda yang berbentuk mangkokan yang yang disebut capsul bowman, Tubulus uriniferus yang merupakan pembuluh lanjutan darah arteri, Tubukus itu akan menyalurkan isinya pada pembuluh pengumpul yang disebut ductus Wolfian atau urether, yang merupakan yang merupakan pembuluh sepanjang dorsal menuju ke vesica urinaria sebagai penyimpan sementara. Akhirnya urin sebagai bahan sampah dibuang ke kloaka dan selanjutkan dikeluarkan dari tubuh (Jasin,1984).
Jantung amphibi imemiliki 3 ruang yaitu 2 atrium dan satu ventrikel. Darah yang mengalir di tubuh kodok adalah darah campuran, yaitu yang mengandung oksigen dan carbondioxida. Sistem sirkulasi merupakan system sirkulasi tertutup karena memiliki pembuluh darah.
Ampibi mempunyai problem untuk mengisi jantung yang menerina darah  oksigen dari paru-paru dan darah deoksi yang tidak mengandung oksigen dari tubuh (tapi hanya sebagian). Untuk mencegah banyaknya percampuran dua jenis darah tersebut, bahwa ampibi tidak mengembangkan kearah sistem sirkulasi transisional. Jantung mempunyai sekat interatrial, kantong ventrikuler, dan pembagian konus arteriosus dalam pembuluh sistemik dan pembuluh pulmonari. Darah dari tubuh masuk ke atrium kanan dari sinus vensus kemudian masuk ke sisi  kanan ventrikel, kemudian dipompa ke paru-paru (Sukiya, 2005).
Kebanyakan pada Amphibi pasangan arkus aorta pertama, kedua dan kelima hilang. Arkus aorta ketiga pada sisi dasar carotid internal, dan arkus aorta ke empat merupakan system arkus yang menuju ke posterior berupa dorsal aorta. Bagian proksimal dari pasangan keenam arkus aorta cabang dari arteri pulmokutaneus, membawa darah ke paru-paru dan kulit di mana aersi terjadi (Sukiya, 2005).
Ketika masih berudu, alat pernapasannya adalah insang. Namun setelah dewasa, menggunakan paru-paru dan kulit. Pernapasan kulit dilakukan ketika kodok melakukan hibernasi. Hal ini dikarenakan pertukaran gas melalui kulit dengan cara difusi tidak perlu menggunakan energi yang banyak.
Pada kodok, oksigen berdifusi melalui kulit, dan paru-paru. Kecuali pada fase berudu bernapas dengan insang karena hidupnya di air. Selaput rongga mulut dapat berfungsi sebagai alat pernapasan karena tipis dan banyak terdapat kapiler yang bermuara di tempat itu. Pada saat terjadi gerakan rongga mulut dan faring, Iubang hidung terbuka dan glotis tertutup sehingga udara berada di rongga mulut dan berdifusi masuk melalui selaput rongga mulut yang tipis. Selain bernapas dengan selaput rongga mulut, katak bernapas pula dengan kulit, ini dimungkinkan karna kulitnya selalu dalam keadaan basah dan mengandung banyak kapiler sehingga gas pernapasan mudah berdifusi (Godknecht, 2004).
Reproduksi pada amphibi ada dua macam yaitu secara eksternal pada anura pada umumnya dan internal pada Ordo Apoda. Proses perkawinan secara eksternal dilakukan di dalam perairan yang tenang dan dangkal.
Di musim kawin, pada anura ditemukan fenomena unik yang disebut dengan amplexus, yaitu katak jantan yang berukuran lebih kecil menempel di punggung betina dan mendekap erat tubuh betina yang lebih besar. Perilaku tersebut bermaksud untuk menekan tubuh betina agar mengeluarkan sel telurnya sehingga bisa dibuahi jantannya.
Amplexus bisa terjadi antara satu betina dengan 2 sampai 4 pejantan di bagian dorsalnya dan sering terjadi persaingan antar pejantan pada musim kawin. Siapa yang paling lama bertahan dengan amplexusnya, dia yang mendapatkan betinanya.
Amphibi berkembang biak secara ovipar, yaitu dengan bertelur, namun ada juga beberapa famili amphibi yang vivipar, yaitu beberapa anggota ordo apoda. (Duellman and Trueb, 1986)

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites